Oleh: Muhammad Anwar (@anwarmbatu)
Sociopreneur, Penggerak Budaya, dan Ketua Kongres Kebudayaan Kota Batu 2025
IDEA JATIM – Kota Batu lahir pada tahun 2001, membawa sebuah janji suci: menjadi “Batu Kota Bernuansa Desa.” Filosofi ini, bagi saya yang lahir dan besar di jantung mBatu, Desa Pesanggrahan, adalah ruh otonomi kita. Ia menuntut kita untuk membangun kota yang berpihak pada karakter agraris, konservasi alam, dan kearifan lokal, jauh dari mentalitas pembangunan serba beton yang tergesa-gesa. Meski di sisi lai, sebagai peradaban kami meyakini peradaban mBatu telah muncul sejak 1097 tahun yang lalu lewat penanda Prasasti Sangguran atau Prasasti Ngandat (kini desa Mojorejo, kecamatan Junrejo).
Dua dekade setelah otonomi, kami—komunitas dan penggiat lokal—terus berjuang untuk menjaga esensi tersebut. Saya selalu percaya bahwa “MBATU bukan kota kecil, BATU adalah DESA BESAR”, sebuah seruan untuk meletakkan kedaulatan pada desa sebagai sumber daya strategis.
Tantangan memang ada. Degradasi ekologis, yang terlihat dari berkurangnya drastis sumber mata air dari 111 mata air menjadi 52 mata air, serta penyusutan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang kini hanya sekitar 27% dari total wilayah, adalah kritik vital dari alam yang menuntut kita untuk segera bertindak. Namun, tantangan ini kami jadikan momentum untuk menyajikan solusi yang telah teruji berbasis komunitas, yang kini harus di institusionalisasi oleh pemerintah.

I. REGENERASI AGRIKULTUR: Menguatkan Narasi “Bangga Bertani”
Pada periode 2017–2019, kami terlibat aktif dalam mengadvokasi penguatan kelembagaan bagi petani, yang kemudian terwujud dalam pengembangan tata kelola Kelompok Petani menjadi entitas Koperasi Petani. Ini adalah rekam jejak nyata dalam membangun korporasi petani, memastikan regenerasi dan manajemen yang lebih profesional, serta meningkatkan daya tawar petani di pasar. Peran ini sejalan dengan visi Pemerintah Kota Batu ke depan, yang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045 secara eksplisit menekankan pengembangan korporasi petani dan regenerasi petani melalui penguatan vokasi pertanian.
Kekuatan Kota Batu selalu ada di pertanian. Pertanian bukan hanya mata pencaharian, tetapi fondasi kebudayaan (agrikultur-based culture) yang menciptakan ritual dan sistem pengetahuan khas Kota Batu. Untuk itu, fokus kami adalah regenerasi petani dan menguatkan kelembagaan mereka agar mandiri dan berdaya saing.
Prototipe Pertanian Holistik: Hulu hingga Hilir
Kami sedang menguji coba model Holistic Farm Prototype, sebuah filosofi pertanian hulu-hilir yang mengadopsi konsep closed loop model (pertanian tertutup). Ini adalah jawaban nyata atas kebutuhan modernisasi yang ekosentris:
1. Hulu (Budidaya): Mengoptimalkan smart farming dan teknologi tepat guna, seperti penggunaan sensor iklim dan irigasi presisi. Pendekatan ini memitigasi risiko bencana dan perubahan iklim, sejalan dengan visi RPJPD untuk modernisasi dan digitalisasi pertanian.
2. Hilir (Nilai Tambah): Mendorong munculnya produk turunan dari hasil bumi lokal, bukan sekadar menjual bahan mentah. Ini meningkatkan nilai ekonomi secara optimal dan menciptakan peluang industri kreatif berbasis agroindustri.
II. MENGAKTIFKAN MODAL KREATIF: Komunitas sebagai Arsitek Ekosistem
Visi “Desa Besar” hanya dapat terwujud jika setiap desa bertransformasi menjadi pusat inovasi. Melalui Jelajah Kampung dengan pendekatan narasi Beyond Tourism, kami telah memetakan desa bukan sebagai objek wisata pasif, melainkan sebagai katalisator pengembangan sosial dan ekonomi holistik.
Model kami beroperasi dalam tiga fase yang terbukti efektif: Aktivasi, Optimasi, dan Monetisasi. Tujuannya adalah memastikan pariwisata yang hadir bersifat berkelanjutan dan memberikan dampak sosial-ekonomi jangka panjang.
Salah satu rekam jejaknya adalah revitalisasi Kampung Ekraf UMKM Rejoso. Kami melakukan pendampingan intensif untuk mentransformasi sentra kerajinan kayu dan batu tradisional Rejoso menjadi produk ekonomi kreatif yang berdaya saing. Pendekatan ini membuktikan bahwa potensi lokal, meskipun menghadapi tantangan pasar yang menyusut, dapat dihidupkan kembali dengan sentuhan inovasi kreatif dan jejaring yang tepat.
Batu Creative Hub: Jembatan Kearifan Lokal ke Jaringan Global
Keterlibatan saya sebagai inisiator Batu Creative Hub menandai langkah penting dalam meng institusionalisasi transformasi ekonomi kreatif di Kota Batu. Hub ini menjadi wadah kolaboratif yang didirikan untuk:
- Mengintegrasikan Ekosistem: Menghubungkan komunitas seni, desain, UMKM, dan pariwisata lokal dengan jejaring yang lebih luas, termasuk Indonesia Creative Cities Network (ICCN).
- Membangun Kapasitas Digital: Fokus pada creativepreneurship dan social-creative enterprise, mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk ekonomi digital yang kontekstual dan berbasis kearifan lokal.
Ini adalah upaya nyata mentransformasi komunitas pasca-krisis, mengalihkan energi kolektif yang besar ke dalam penciptaan nilai ekonomi dan produk budaya yang unggul, sejalan dengan visi RPJPD Kota Batu untuk menjadi kota Agro-Kreatif.
III. PENGUATAN KEBIJAKAN: Menjangkar Visi dalam Perda
Semua praktik baik di tingkat komunitas—mulai dari regenerasi Bantengan sebagai Warisan Budaya Tak Benda hingga penguatan UMKM desa—harus dilindungi dan didukung oleh payung hukum yang kokoh.
Inilah mengapa advokasi untuk percepatan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Pemajuan Kebudayaan menjadi sangat krusial. Kami, bersama Dewan Kesenian Kota Batu dan Kongres Kebudayaan, terus berupaya secara sukarela agar Perda ini segera diresmikan. Perda ini akan:
- Menjadikan Desa Episentrum Kebudayaan: Memastikan desa dan kelurahan berperan aktif sebagai ujung tombak dan episentrum dalam penyelenggaraan Pemajuan Kebudayaan, dengan alokasi dana dan kewenangan yang jelas.
- Menjamin Partisipasi Inklusif: Mengamanatkan bahwa Pemajuan Kebudayaan harus menjamin hak dan partisipasi aktif semua warga, termasuk perempuan, anak, lansia, dan penyandang disabilitas.
- Mewujudkan Visi Jangka Panjang: Perda ini akan menjadi instrumen hukum yang kuat untuk mewujudkan Visi RPJPD 2025-2045 Kota Batu: “Madani, Berkelanjutan, Agro-Kreatif, Tenteram, dan Unggul.”.
Kami berterima kasih atas komitmen Pemerintah Kota Batu yang telah menempatkan Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi sebagai landasan transformasi pembangunan dalam RPJPD. Ini adalah sinyal positif bahwa visi filosofis “Batu Kota Bernuansa Desa” tidak lagi dipandang sebagai jargon masa lalu, melainkan sebagai strategi masa depan.
Saatnya bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk berkolaborasi dalam semangat soliditas kolaboratif, memastikan bahwa inovasi berbasis kearifan lokal yang telah kami rintis ini, kini memiliki landasan hukum, dukungan anggaran, dan sistem tata kelola yang efektif. Hanya dengan begitu, Kota Batu dapat tumbuh menjadi Kota yang unggul, madani, dan—sesuai cita-cita luhurnya—tetap menjadi Desa Besar yang berkelanjutan bagi anak cucu kita.
Sugeng Ambal Warsa, Kota Batu ke 24 tahun. Sedoyo SAE.
Muhammad Anwar warga Kota Batu, kelahiran Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu, pendiri Jelajah Kampung – Beyond Tourism, inisiator Batu Creative Hub, pengurus Dewan Kesenian Kota Batu, koordinator bidang Riset Komite Ekonomi Kreatif, dan aktif dalam pengembangan ekosistem kreatif dan agribisnis Kota Batu. Ia juga diakui sebagai salah satu dari 100 Inovator Sosial Indonesia 2024 dari Roemah Inspirit..





