Komisi IV DPRD Sampang Sarankan Polemik Lahan SDN 4 Gulbung Digugat ke Pengadilan

admin-id

SAMPANG, IDEA JATIM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD (DPRD) Kabupaten Sampang angkat bicara terkait sengketa lahan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Gulbung, Kecamatan Pangarengan. 

Polemik tersebut mendapat atensi dari legislatif, agar lembaga pendidikan tersebut secepatnya mendapat kepastian hukum.

Pihak yang bersengketa, yakni warga yang mengaku sebagai ahli waris tanah dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang diminta untuk membawa persoalan tersebut ke pengadilan.

Ketua Komisi IV DPRD Sampang, Mahfud mengaku belum mengetahui secara pasti dan secara rinci perihal status asli tanah yang ditempati bangunan SDN 4 Gulbung. 

“Kami hanya dapat kabar dari Kepala Dinas Pendidikan Sampang, bahwa tanah SDN 4 Gulbung itu masih sengketa,” ucapnya, Kamis (30/1/2025).

Permasalahan itu sejatinya telah beberapa kali dibahas dalam beberapa forum. Bahkan telah dilaporkan kepada sekretaris daerah (sekda) Kabupaten Sampang.

Harapannya, Pemkab Sampang segera menyelesaikan tanah-tanah sekolah yang menjadi sengketa antara pemerintah dan masyarakat.

“Bisa jadi tanah itu dulu sudah dibeli. Cuma direbut lagi oleh ahli warisnya. Permasalahan sengketa lahan sekolah itu kan biasanya muncul setelah orang tua dari yang mengklaim pemilik tanah itu meninggal,” ucapnya.

Menurut Mahfud, selain menempuh jalur hukum, ada pendekatan lain yang dapat dilakukan oleh Pemkab Sampang dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Yakni dengan pendekatan secara kekeluargaan. Opsi yang bisa diambil yaitu dengan mengangkat anggota keluarga ahli waris sebagai pegawai atau karyawan, agar tanahnya dilepas.

“Tapi biasanya ada ahli waris lain yang tidak mau melepas dengan alasan saudara dari ahli waris itu banyak,” terangnya.

Kata Mahfud, selama ini Pemkab Sampang sudah banyak mengalah. Dia mengusulkan agar persoalan lahan dibawa ke pengadilan untuk membuktikan siapa yang paling berhak. 

“Di situ nanti akan ada sanggahan, dan ahli warisnya bisa menyanggah, memprotes dan memperkarakan kalau tanah itu sengketa,” tegasnya.

Di pengadilan nanti, kata Mahfud, akan ada sejumlah saksi dan kepala desa. Sehingga bisa diketahui apakah dulu lahan sekolah itu dihibahkan atau dipinjamkan.

Sebab, tidak mungkin pemerintah itu membangun sekolah di tanah orang tanpa persetujuan pemilik tanah dan pemerintah desa (pemdes) setempat.

“Pemerintah dulu tidak bodoh. Tidak mungkin mereka merampas tanah. Maka saya sarankan ke pihak ahli warisnya untuk tuntut ke pengadilan. Kalau tidak mau diselesaikan secara kekeluargaan,” tandasnya. (*)

Share This Article